Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan sebagainya Dalam hukum pidana dikenal, 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang, seperti tidak pakai helem, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya.
Istilah “Hukum Pidana” menurut Prof. Satochid mengandung beberapa arti atau dapat dipandang dari beberapa sudut, antara lain bahwa Hukum Pidana, disebut juga “Ius Poenale” yaitu “sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan dimana terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman.”
Ius Poenalle ini merupakan hukum pidana Dalam arti obyektif yang terdiri dari:
1. Hukum Pidana Materiil.
Hukum Pidana Materiil berisikan peraturan-peraturan tentang:
- perbuatan yang diancam dengan hukuman
- mengatur pertanggungan jawab terhadap hukum pidana
- hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang.
2. Hukum Pidana Formil.
Hukum Pidana Formil merupakan sejumlah peraturan yang mengandung cara-cara negara mempergunakan haknya untuk mengadili serta memberikan putusan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindakan pidana. Hukum Pidana dalam arti.
Dalam arti Subyektif
Hukum Pidana dalam arti subyektif, yang disebut juga “Ius Puniendi”, yaitu “sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang”.
Ruang Lingkup Hukum Pidana
Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana atau delik ataupun tindak pidana. Menurut Simons peristiwa pidana ialah perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan seseorang yang mampu bertanggung jawab. Jadi unsur-unsur peristiwa pidana, yaitu :
1. Sikap tindak atau perikelakuan manusia ;
2. Melanggar hukum, kecuali bila ada dasar pembenaran ;
Didasarkan pada kesalahan, kecuali bila ada dasar penghapusan kesalahan. Sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi adalah:
1. Perilaku manusia; Bila seekor singa membunuh seorang anak rnaka singa tidak
dapat dihukum.
2. Terjadi dalam suatu keadaan, dimana sikap tindak tersebut melanggar hukum,
misalnya anak yang bermain bola menyebabkan pecahnya kaca rumah orang
3. Pelaku harus mengetahui atau sepantasnya mengetahui tindakan tersebut merupakan
pelanggaran hukum; Dengan pecahnya kaca jendela rumah orang tersebut tentu
diketahui oleh yang melakukannya bahwa akan menimbulkan kerugian orang lain.
4. Tidak ada penyimpangan kejiwaan yang mempengaruhi sikap tindak tersebut.Orang
yang memecahkan kaca tersebut adalah orang yang sehat dan bukan orang yang
cacat mental.
Asas-Asas Berlakunya KUHP
1. Asas teritorial atau Wilayah.Undang-undang Hukum Pidana berlaku didasarkan pada tempat atau teritoir dimana perbuatan dilakukan
2. Asas Nasionalitas Aktif atau Personalitas.Berlakunya KUHP didasarkan pada kewarganegaraan atau nasionalitas seseorang yang melakukan suatu perbuatan. Undang-undang Hukum Pidana hanya berlaku pada warga negara, tempat dimana perbuatan dilakukan tidak menjadimasalah
3. Asas Nasionalitas Pasif atau AsasPerlindungan.Didasarkan kepada kepentingan hukum negara yang dilanggar. Bila kepentingan hukum negara -dilanggaroleh warga negara atau bukan, baik di dalam ataupun di luar negara yang menganut asas tersebut, makaundang-undang hukum pidana dapat diberlakukan terhadap si pelanggar. Dasar hukumnya adalah bahwa tiap negara yang berdaulat pada umumnya berhak melindungi kepentingan hukum negaranya
4. Asas Universalitas.Undang-undang hukum pidana dapat diberlakukan terhadap siapapun yang melanggar kepentingan hukum dari seluruh dunia. Dasar hukumnya hádala kepentingan hukum seluruh dunia Kategorisasi Peristiwa Pidana.
Menurut Doktrin, peristiwa pidana dapatberupa :Dolus dan Culpa :
- Dolus/sengaja adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja agar terjadi suatu
delik. (Pasal 338 KUHP).
- Culpa/tidak disengaja adalah terjadinya delik karena perbuatan yang tidak disengaja atau karena kelalaian. (Pasal 359 KUHP).
Kategorisasi Peristiwa Pidana Delik Materiil dan Delik formil dalam perumusan delik
1. Delik materiil yang perumusannya menitikberatkan pada akibat yang dilarang/diancam
pidana oleh undang-undang. Contoh: Delik materiil yaitu Pasal 360 KUHP.
2. Delik formil yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang/
diancam pidana oleh undang-undang.Contoh: Delik formil yaitu pada Pasal 362 KUHP
berbunyi .Kategorisasi Peristiwa PidanaKomisionis, Omisionis, dan Komisionis peromisionimKomisionis adalah Terjadinya delik karena melanggar larangan. Omisionis adalah terjadinya delik karena seseorang melalaikan suruhan/tidak berbuat.Contoh : Pasal 164 KUHP Komisionis peromisionim yaitu tindak pidana yang pada umumnya dilaksanakan dengan perbuatan, tapi mungkin terjadi pula bila tidak berbuat.
Contoh : Pasal 341 KUHP Subyek Hukum Pidana
1. Penanggung jawab peristiwa pidana ;
2. Polisi ;
3. Jaksa
4. Penasehat Hukum ;
5. Hakim ;
6. Petugas Lembaga Pemasyarakatan.
Sumber Hukum Pidana di Indonesia
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2. Peraturan – Peraturan Tindak Pidana di luar KUHP, misalnya : UU TIPIKOR, UU Anti Money Laundering, UU Lingkungan Hidup, UU Anti Trafficking, UU Perlindungan Anak, UU KDRT, UU Perbankan, UU Anti Terorisme, dll.
Hukum Pidana dan Sejarahnya di Indonesia
Dalam masyarakat Indonesia, pembagian hukum antara pidana dan perdata tidak terlampau tegas dan seringkali berupa aturan-aturan yang tidak tertulis. Namun ada beberapa negara kuno di Indonesia yang telah memiliki pengaturan tegas dalam bentuk tertulis beberapa undang-undang pidana diantaranya yang paling terkenal adalah Kerajaan Majapahit
Secara singkat hukum pidana dapat diartikan sebagai sekumpulan aturan yang menggambarkan keinginan masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Hukum pidana tertulis yang sangat sederhana di Indonesia sendiri mulai dikenal pada saat masuknya VOC (Perkumpulan Dagang Hindia Timur) dan hanya diberlakukan pada golongan Eropa saja
KUHP yang berlaku sekarang di Indonesia pada dasarnya merupakan tinggalan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda yang dinamakan Wetboek van Strafrecht vor Nederlandscg Indie (WvSNI) diberlakukan berdasarkan Koninklijk Besluit tertanggal 15 Oktober 1915 Staadsblad 1915 No 732 dan mulai berlaku pada 1 Januari 1918
Dalam kata lain KUHP yang masih berlaku seharusnya sebagian besar masih berbahasa Belanda, karena hingga sekarang Indonesia tidak mempunyai terjemahan resmi dalam bahasa Indonesia. Akibatnya KUHP yang dipergunakan di pengadilan dan sekolah-sekolah hukum adalah terjemahan tidak resmi yang sangat beragam versinya
Berdasarkan UU No 1 Tahun 1946 nama resmi Wetboek van Strafrecht vor Nederlandscg Indie (WvSNI) diubah menjadi Wetboek van Strafrecht (WvS) yang dapat disebut sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ingatlah bahwa hal ini berarti nama resmi dari KUHP adalah Wetboek van Strafrecht (WvS)
Beberapa kejahatan dalam KUHP yang sudah tidak dinyatakan berlaku lagi berdasarkan alasan-alasan hukum diantaranya adalah Pasal 134, 136 bis, 137, 154, 155, 182, 183, 184,185, 186, 324, 325, 326, 327, 329, 523, dan 539 KUHP
Hukuman pidana sendiri berdasarkan Pasal 10 KUHP secara umum terbagi atas dua bagian besar yaitu hukuman pidana pokok (pidana mati, penjara, kurungan, denda, dan tutupan) dan hukuman tambahan (pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
1. Bab I - Batas-batas berlakunya Aturan Pidana dalam Perundang-undangan
2. Bab II – Pidana
3. Bab III - Hal-hal yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana
4. Bab IV – Percobaan
5. Bab V - Penyertaan Dalam Tindak Pidana
6. Bab VI - Perbarengan Tindak Pidana
7. Bab VII - Mengajukan dan Menarik Kembali Pengaduan dalam Hal Kejahatan-kejahatan yang Hanya Dituntut atas Pengaduan
8. Bab VIII - Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana
9. Bab IX - Arti Beberapa Istilah yang Dipakai dalam Kitab Undang-undang
10. Aturan Penutup
Buku Kedua - Kejahatan
- Bab - I Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
- Bab - II Kejahatan-kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
- Bab - III Kejahatan-kejahatan Terhadap Negara Sahabat dan Terhadap Kepala Negara Sahabat Serta Wakilnya
- Bab - IV Kejahatan Terhadap Melakukan Kewajiban dan Hak Kenegaraan
- Bab - V Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum
- Bab - VI Perkelahian Tanding
- Bab - VII Kejahatan yang Membahayakan Keamanan Umum bagi Orang atau Barang
- Bab - VIII Kejahatan Terhadap Penguasa Umum
- Bab - IX Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu
- Bab - X Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas
- Bab - XI Pemalsuan Meterai dan Merek
- Bab - XII Pemalsuan Surat
- Bab - XIII Kejahatan Terhadap Asal-Usul dan Perkawinan
- Bab - XIV Kejahatan Terhadap Kesusilaan
- Bab - XV Meninggalkan Orang yang Perlu Ditolong
- Bab - XVI Penghinaan
- Bab - XVII Membuka Rahasia
- Bab - XVIII Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang
- Bab - XIX Kejahatan Terhadap Nyawa
- Bab - XX Penganiayaan
- Bab - XXI Menyebabkan Mati atau Luka-luka Karena Kealpaan
- Bab - XXII Pencurian
- Bab - XXIII Pemerasan dan Pengancaman
- Bab - XXIV Penggelapan
- Bab - XXV Perbuatan Curang
- Bab - XXVI Perbuatan Merugikan Pemiutang atau Orang yang Mempunyai Hak
- Bab - XXVII Menghancurkan atau Merusakkan Barang
- Bab - XXVIII Kejahatan Jabatan
- Bab - XXIX Kejahatan Pelayaran
- Bab - XXIX A Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan Terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan
- Bab - XXX Penadahan Penerbitan dan Percetakan
Buku Ketiga - Pelanggaran
- Bab I - Tentang Pelanggaran Keamanan Umum bagi Orang atau Barang dan Kesehatan
- Bab II - Pelanggaran Ketertiban Umum
- Bab III - Pelanggaran Terhadap Penguasa Umum
- Bab IV - Pelanggaran Mengenai Asal-Usul dan Perkawinan
- Bab V - Pelanggaran Terhadap Orang yang Memerlukan Pertolongan
- Bab VI - Pelanggaran Kesusilaan
- Bab VII - Pelanggaran Mengenai Tanah, Tanaman dan Pekarangan
- Bab VIII - Pelanggaran Jabatan
- Bab IX - Pelanggaran Pelayaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar